MuralMedan.com, Lingkaran Nafsu : Seni yang Tergerus Materi – Karya mural bagi sebagian orang yang mencintai seni itu sendiri, telah menjadikan mural dan seni sebagai bagian penting dalam diri. Bahkan rasa cinta yang timbul akan karya seni yang diciptakan para muralis itu merasuk dan tumbuh mengakar dalam diri sebagian orang.
Maka bukanlah yang mengherankan jika hilangnya lukisan mural disengaja ataupun tidak, dapat menimbulkan rasa kehilangan yang besar. Kesengajaan menghilangkan karya lukisan mural yang sejatinya tidaklah bermasalah ataupun bersifat kontroversial, dapat dilihat dari kasus yang terjadi di New York.
Apalagi dari kasus penghapusan mural disebabkan hal-hal kepentingan yang bersifat politis materi. Peninjauan kebermanfaatan keberadaan mural-mural yang hanya ditinjau dari segi komersil benar-benar memalukan.
Menilai rasa cinta akan sesuatu dengan keuntungan kantong belaka, seperti melihat tikus got yang begitu rakus. Tidak ada lagi kebahagiaan sejati yang dapat dirasakan jika berbicara perihal materi.
Jika menarik kembali bagaimana seni begitu di hargai pada masa lampau, terutama pada masa Renaisance (periode abad 14 – 17). Dimana saat itu manusia mengenal beberapa seniman hebat yang sangat dihormati karya-karyanya seperti Michaelangelo, Leonardo da Vinci dan masih banyak lainnya.
Sebuah perbandingan yang tidak layak jika harus mengetengahkan antara masa kini dan masa renaisance. Memang perubahan zaman menjadi alasan faktor yang mendukung kurangnya respek terhadap seni belakangan. Tetapi zaman tidak dapat disalahkan. Dimensi waktu akan terus berjalan dan tidak dapat dihentikan.
Karena perubahan ini sifatnya tidak ada kaitannya dengan alam, tetapi pada diri manusia yang hidup dengan pikirannya, maka berkurangnya penghormatan terhadap seni itu sendiri benar-benar mutlak disebabkan oleh perubahan pola pikir yang terjadi dalam diri manusia.
Untuk melihat lebih dalam mengenai permasalahan ini, dapat kita lihat di sebuah bangunan ikonik yang telah berdiri lebih dari dua dekade yang berlokasi di Queens, New York. Bangunan yang dahulu diambil alih oleh para seniman untuk mengirimkan pesan persatuan yang kuat, mengkampanyekan pentingnya seni graffiti, seni mural dan seni publik, serta membawa kebanggaan bagi lingkungan yang miskin.
Dan lokasi ini pun telah dikunjungi oleh orang-orang dari seluruh dunia untuk melihat suguhan karya seni mural dan graffiti yang luar biasa.
Lalu, bagaimana nasib selanjutnya dari bangunan bersejarah dalam perkembangan seni mural ini? Pada 2013 lalu, keluarga dan ahli waris Jerry Wolkoff memutuskan untuk mengubah bangunan ini menjadi kondominium mewah dan dimasukkan dalam proyek pengembangan properti keluarga. Padahal Jerry Wolkoff dahulunya membangun tempat ini sebagai “ladang seni” tempat para seniman dipersilahkan untuk mengekspresikan “birahi seni” mereka.
Hingga akhirnya sebuah protes berlangsung dan berpuncak dengan penutupan gedung secara paksa oleh sekelompok seniman dan mengelilingi gedung dengan gulungan pita khas kepolisian yang bertuliskan “Gentrification in Progress”. Sebuah sindiran telak kepada mereka yang merasa kaya dan dapat melakukan apa saja di kawasan yang terhitung “miskin”.
Apakah kebahagiaan benar-benar berupa materi belaka? Apakaha hanya mereka yang dapat memiliki segalanya hanya dengan menunjuk adalah orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan sejati? Apakah kaum miskin tidak boleh merasa bahagia? Coba kembali kita tanyakan permasalahan ini lebih dalam kepada diri masing-masing. Semoga Bermanfaat.
This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.
Leave a Reply